Ketika Netizen Main Hakim Sendiri
![](https://statik.unesa.ac.id/pgsd/thumbnail/eb41a743-4369-48cb-9fdb-2a9f8c822b79.jpg)
Oleh: Dr. Mujahidin Farid, S.Pd., M.Pd.
Setiap kali public figure melakukan kesalahan, reaksi netizen hampir tidak bisa dihindari. Media sosial menjadi arena pengadilan tak resmi di mana siapa saja bisa menjadi “hakim” dan memberikan komentar tanpa filter. Reaksi yang muncul sangat beragam: ada yang membela, ada yang mencaci, bahkan ada yang menyerang dengan kata-kata yang melukai. Tidak sedikit public figure yang akhirnya mengalami tekanan mental serius akibat gelombang hujatan ini.
Namun, apakah respons yang berlebihan itu adil? Banyak orang lupa bahwa di balik sosok yang terkenal ada manusia biasa yang juga bisa melakukan kesalahan. Budaya cancel culture yang kerap muncul menciptakan stigma sosial yang sulit dihapus. Dalam beberapa kasus, dampaknya jauh lebih buruk daripada kesalahan itu sendiri. Public figure yang sudah meminta maaf dan menunjukkan upaya memperbaiki diri masih sering menjadi sasaran kebencian yang terus berlanjut tanpa henti.
Dalam dunia yang serba terbuka ini, kita perlu lebih bijak dalam merespons kesalahan orang lain. Kritik yang membangun bisa menjadi dorongan positif, sementara komentar negatif yang tidak berdasar justru mencerminkan masalah yang lebih besar dalam budaya sosial kita. Mari kita ingat bahwa kesalahan adalah bagian dari kehidupan, dan setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri, termasuk mereka yang hidup di bawah sorotan publik.