Saat Kata ‘Maaf’ Tak Cukup
![](https://statik.unesa.ac.id/pgsd/thumbnail/a21ba5ad-fad2-45e7-a746-9b4d014962cb.jpg)
Oleh: Dr. Mujahidin Farid, S.Pd., M.Pd.
Kesalahan yang dilakukan oleh public figure sering kali direspons dengan pernyataan maaf di media sosial. Namun, dalam banyak kasus, kata “maaf” saja tidak cukup. Masyarakat semakin kritis terhadap sekadar pernyataan formal yang terlihat seperti upaya meredam emosi publik tanpa komitmen untuk memperbaiki diri. Manajemen krisis yang baik harus mencakup tiga langkah utama: pengakuan kesalahan, penyampaian rencana perbaikan, dan tindakan nyata yang bisa dinilai oleh publik dalam jangka panjang.
Sayangnya, beberapa public figure memilih untuk bungkam, berharap bahwa badai akan berlalu dengan sendirinya. Strategi ini mungkin berhasil dalam beberapa situasi, tetapi lebih sering memperburuk citra mereka di mata masyarakat yang haus akan transparansi. Mereka yang memilih untuk terbuka dan bertanggung jawab atas kesalahannya biasanya mendapatkan simpati dan pengampunan lebih cepat. Kejujuran dan kesediaan untuk memperbaiki diri menunjukkan bahwa mereka menghargai kepercayaan yang telah diberikan oleh penggemar atau masyarakat luas.
Dalam dunia yang selalu terhubung, public figure tidak bisa hanya mengandalkan tim humas untuk memperbaiki citra. Keaslian dan komitmen untuk berubah adalah kunci utama dalam memulihkan kepercayaan publik. Masyarakat mungkin cepat menghakimi, tetapi mereka juga cepat memaafkan jika melihat ada usaha yang tulus untuk memperbaiki kesalahan.